Wednesday 31 July 2013

Berkah Ramadhan: Super Mega Advanced Robotics Technology: SMART

"Fortune Favors the Brave, Dude."
*Dr. Newton Geiszler*

Bisakah Manusia Ciptakan Super Robot Raksasa "Pacific Rim"? 
Dengan sumber daya yang ada ada saat ini, manusia belum mampu menciptakan robot raksasa. Robot macam ini baru terwujud jika berada di planet lebih kecil dan bergravitasi rendah. Materi dari robot tersebut juga harus terbuat dari materi terdepan dan ringan. 

Demikian disampaikan pakar robot, Dr. Daniel Wilson, M.Eng. menjawab pertanyaan mengenai kemampuan manusia soal pembangunan robot mega. Doktor Wilson merupakan pakar robot ternama jebolan the Robotics Institute at Carnegie Mellon University in Pittsburgh, Pennsylvania.

His thesis work, entitled Assistive Intelligent Environments for Automatic Health Monitoring, focused on providing automatic location and activity monitoring in the home via low-cost sensors such as motion detectors and contact switches. He has worked as a research intern at Microsoft Research, the Xerox PARC, Northrop Grumman, and Intel Research Seattle.

Robot raksasa tampil dalam film sains fiksi terbaru, Pacific Rim. Dalam film produksi Hollywood itu, manusia menciptakan robot raksasa yang dikendalikan dua orang. Inti dari gerakan robot tersebut adalah peleburan manusia dengan mesin.
"Saya tidak tahu pencipta mana yang bisa mewujudkan robot raksasa yang bisa berjalan tegak di embusan angin pada ketinggian. Apalagi memindahkannya dengan cukup ketangkasan untuk berjalan," kata Dr. Wilson.
Jika pun akhirnya material ringan dan terdepan ini bisa dikembangkan, mekanisme pergerakannya akan menimbulkan masalah. Akan sulit mempertahankan berbagai gerakan dinamis yang timbul. 
Termasuk ketinggian, akselerasi, momentum, penyerapan panas, dan torque internal.
Saat ini semua berhasil dibangun, adalah hal mustahil menggerakannya dengan kecepatan tinggi.

Disebutkan Dosen dan pakar robot, Prof. Mel Siegel dari Robotics Institute di Carnegie Mellon University, di makalah When Physics Rules Robotics, salah satu masalah utama dalam pembuatan robot adalah berat berlebih.
Hal berikutnya yang wajib dipertimbangkan adalah faktor energi.
Butuh energi besar untuk menggerakannya.

Dr. Wilson menduga, suatu saat nanti manusia akan bisa mewujudkan energi seperti ini menggunakan reaktor nuklir. 

Kendala lainnya: Biaya. 

Diprediksi oleh SciencePortal bahwa untuk membangun satu robot raksasa berbobot 43 ton dibutuhkan biaya 725 juta dollar AS.  [Rp. 7.250.000 000 000/ Tujuh Triliun Dua Ratus Lima Puluh Miliar Rupah]

Bayangkan Bobot Mati Robot-Robot Raksasa ini yang mencapai 2500 Ton.

Kendati demikian, Dr. Wilson menegaskan bahwa satu-satunya alasan yang memungkinkan manusia membangun robot macam ini adalah demi tujuan estetika semata.

Aktris cilik Jepang Ashida Mana yang berperan sebagai Mako Mori 
[Salah Satu Pilot Robot Raksasa] versi masa kecil dalam Film Pacific Rim
Sebuah bentuk pembuktian bahwa hal ini bisa dilakukan.

Masih mustahil menciptakannya untuk tujuan lain.

Ukuran Robot Gundam dengan Seorang Photographer

Di balik kesuksesan film animasi "Pacific Rim" yang masih diputar di bioskop-bioskop di Tanah Air saat ini, ternyata ada sentuhan seorang animator Indonesia. Dialah Ronny Gani, seorang animator muda yang bekerja di Industrial Light & Magic, di Singapura, anak perusahaan Lucas Film Group, yang menggarap film tersebut.

"Kalau di Pacific Rim saya mengerjakan animasinya. Jadi saya menggerak-gerakkan karakter-karakter yang ada di film itu," ujar Ronny dalam wawancara yang dilansir situs VOA. Ia mengatakan, sebagai animator, ia punya peran memainkan visual effects sehingga gerakan karakter dalan animasi menjadi lebih hidup dan masuk akal.

Ini bukanlah debut pertamanya menggarap animasi-animasi di film Hollywood. Ronny sebelumnya juga terlibat dalam penggarapan film the Avengers yang dirilis tahun 2012.

"Kebetulan sekali waktu saya pertama kali mulai bekerja di Industrial Light & Magic, proyek yang sedang dikerjakan adalah The Avengers. Jadi otomatis saya ikut terlibat dalam proyek itu. Secara garis besar grup Industrial Light & Magic itu mengerjakan bagian akhir film di bagian aliennya sudah mulai menginvasi," kata Ronny.

The Future of Humanoid Robots - Research and Applications

Edited by: Dr. Riadh Zaier, M.Eng.

 Sultan Qaboos University, Oman

Dr. Riadh Zaier received his M.Eng. and Dr. Eng. Degrees, both in Discrete-Time Tracking Control Systems from the Department of Systems Engineering, Nagoya Institute of Technology, Japan, in 1996 and 1999, respectively. He joined Fujitsu Automation Ltd. in 1999. Then he joined Fujitsu Laboratories Ltd., as a researcher in 2004.
















Ucapan Terima Kasih:

Komunitas Mahasiswa Penggemar Otomasi dan Robotika (KOMPOR) adalah Unit Kegiatan Mahasiswa tingkat universitas di Universitas Pendidikan Indonesia yang bergerak di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi otomasi dan robotika.

http://kompor-upi.org/

Sahabat dan Keluarga di Seneby Corp.

Kang Karizal Muharom, Finalis Olimpiade Robotik International di Korea Selatan.


Kunjungi Juga:

Kontes Robot Indonesia 2013

http://kri2013reg5.unud.ac.id/index.php

Sekolah Pendidikan Robotika Indonesia

http://indonesiaroboticschool.blogspot.com/

Sebuah Ide Pengembangan Pendidikan IPTEKS Robotiks di Tanah Air.

Maju Terus Ipteks Indonesia, Semangat!

Sumber:

Pacific Rim

Kompas Sains

Zika Zakiya; National Geographic 

Berkah Ramadhan: Roadmap Percepatan Pembangunan Kelautan Indonesia

Roadmap Pembangunan Kelautan

Para Sahabat sedang Bertafakur di Pantai Sayang Heulang, Garut Selatan.


Sayang, sejak zaman kolonial hingga sebelum terbentuknya DKP dan DMI (Dewan Maritim Indonesia) pada September 1999, kita kurang serius mengelola SDA kelautan. 

Akibatnya, potensi ekonomi kelautan yang sangat besar, ibarat “raksasa yang tertidur”, itu belum dapat kita transformasikan menjadi sumber kemakmuran, kemajuan, dan kedaulatan bangsa.

Bayangkan, dari 114 pelabuhan umum yang kita miliki, tidak satu pun memenuhi standar pelayanan internasional. 

Selama Orde Baru, kredit yang dikucurkan untuk sektor-sektor ekonomi kelautan kurang dari 15%, dan untuk sektor perikanan hanya 0,02% dari total kredit.

Wajar, kalau hingga saat ini kontribusi ekonomi kelautan hanya sebesar 22% PDB. Sementara, negara-negara dengan potensi laut yang jauh lebih kecil ketimbang Indonesia, seperti Jepang, Korea Selatan, Thailand, China, Islandia, dan Norwegia, sumbangan ekonomi kelautannya terhadap PDB mereka rata-rata mencapai 40%

Oleh sebab itu, kini saatnya kita melakukan reorientasi paradigma pembangunan (paradigm shift), dari pembangunan berbasis daratan menjadi pembangunan berbasis kelautan dan kepulauan.

Kita galakkan pendayagunaan sumberdaya kelautan melalui peningkatan alokasi anggaran publik, kredit, sumberdaya manusia, teknologi, infrastruktur, dan management inputs lainnya berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) secara terpadu dan ramah lingkungan. 

Dalam jangka pendek, kita optimalkan pembangunan sektor-sektor ekonomi kelautan yang bisa menghasilkan pertumbuhan ekonomi tinggi dan menyerap banyak tenaga kerja, seperti perikanan budidaya, perikanan tangkap, industri pengolahan hasil perikanan, pariwisata bahari, pertambangan dan energi, pelayaran, pelabuhan, dan industri galangan kapal. 

Sekedar contoh, dengan potensi total muatan nasional 502 juta ton/tahun (200 juta ton batubara, 55 juta ton crude oil, 60 juta ton CPO, 7 juta ton produk perikanan , 8 juta ton LNG, 2 juta ton LPG, 120 juta ton containers, dan 50 juta ton general cargo), melalui pendekatan “kluster maritim” kita bisa meraup devisa perhubungan laut US$ 15 miliar setiap tahunnya (IMPC, 2008). 

Untuk dapat melayani kebutuhan angkutan muatan sebesar itu, diperlukan sekitar 650 kapal tambahan dengan total investasi sebesar US$ 5 miliar.

Selain itu, kluster maritim juga akan meningkatkan pendapatan negara, menciptakan lapangan kerja baru sedikitnya untuk 1 juta orang, membangkitkan sejumlah multiplier effects, dan mendongkrak daya saing ekonomi nasional. 

Kluster maritim juga dapat mempercepat pembentukan 24 pelabuhan sebagai hub port. Hingga kini, semua pelabuhan Indonesia masih berstatus sebagai feeder port.

Ini menjadi salah satu penyebab utama yang membuat ekonomi kita kurang kompetitif, karena hampir 70% dari ekspor barang dan komoditas Indonesia harus melalui Singapura. 

Dengan mengusahakan 1 juta ha budidaya rumput laut (30% total potensi), dapat diproduksi sekitar 16 juta ton rumput laut kering per tahun. Bila kita ekspor 10 juta ton/tahun dengan harga sekarang US$ 0,7/kg, maka akan diperoleh devisa sebesar US$ 7 miliar/tahun.

Kepiting di Telapak Tangan

Jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 3 juta orang. Apalagi, kalau rumput laut itu diproses menjadi berbagai semi-refined products (seperti agar, karaginan, alginat, makanan dan minuman) atau refined products (seperti bahan pencampur coklat, milk shake, es krim, permen, pasta gigi, salep, pelembab, shampoo, lotion, industri cat, tekstil, dan film), tentu devisa, pendapatan negara, tenaga kerja, dan multiplier effects yang dihasilkan menjadi berlipat ganda. 

Padahal, masih banyak komoditas perikanan lain yang harganya tinggi dan laku keras di pasar domestik maupun ekspor, antara lain udang, tuna, kerapu, patin, nila, ikan hias, kerang mutiara, teripang, cerax, dan abalone. 

Agar tidak selalu menjadi ‘bangsa pemadam kebakaran’, dalam jangka panjang kita kembangkan SDM dan teknologi kelautan mutakhir (future technology) seperti bioteknologi, teknologi informasi dan komunikasi, nanotechnology, coastal and ocean engineering, bioenergi dari algae, gas hidrat, dan teknologi pemanfaatn SDA non-konvensional lainnya. 

Dengan roadmap (peta jalan) pembangunan seperti itu, maka pulau-pulau kecil dan wilayah laut diyakini tidak lagi menjadi ‘beban pembangunan’ (cost center) serta tempat berlangsungnya perampokan, penyelundupan, dan berbagai kegiatan ilegal lainnya, tetapi akan menjadi pusat-pusat kemajuan dan kemakmuran yang tersebar di seluruh Nusantara. 

Wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, dan laut yang makmur (prosperity belt) secara otomatis bakal menjadi sabuk pengaman (security belt) yang semakin mengukuhkan kedaulatan NKRI.

Bung Muhammad Ismail Sedang Memegang Induk Penyu Raksasa di Batu Hiu, Pangandaran.


Lebih dari itu, implementasi peta jalan pembangunan kelautan nasional ini secara cerdas dan konsisten juga diyakini mampu menghantarkan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi baru dunia pada 2025 bersama Brazil, Rusia, India, dan China. 

Sumber:

Center For Coastal and Marine Resources Studies
Bogor Agricultural University

Ocean Paradigm Study Group

Kementrian Kelautan dan Perikanan

LIPI

Foto Oleh: Bung Deni Nugraha dan Bung Widia Prima 

Semoga Bermanfaat

Indonesia Bisa!
 

Resep Rahasia Membuat Kanal Terbesar di Dunia

BIG BIGGER BIGGEST: Water Canals



A ship canal is a canal especially intended to accommodate ships used on the oceans, seas or lakes to which it is connected, as opposed to a barge canal intended to carry barges and other vessels specifically designed for river and/or canal navigation. Because of the constraints of accommodating vessels capable of navigating large bodies of open water, a ship canal typically offers deeper water and higher bridge clearances that a barge canal of similar vessel length and width constraints.

Ship canals may be especially constructed from the start to accommodate ships, or less frequently they may be enlarged barge canals, or canalized or channelized rivers. There are no specific minimum dimensions for ship canals, with the size being largely dictated by the size of ships in use nearby at the time of construction or enlargement.
Ship canals may be constructed for a number of reasons, including:
  1. To create a shortcut and avoid lengthy detours.
  2. To create a navigable shipping link between two land-locked seas or lakes.
  3. To provide inland cities with a direct shipping link to the sea.
  4. To provide an economical alternative to other options.
Important Ship Canals 

Canal Length Lock depth Dimensions Location Notes
White Sea – Baltic Canal 141 mi (227 km) 3.5 m (11 ft) 135m × 14.3 m × 3.5m Russia Russia
  • Opened in 1933, is partly a canalised river, partly an artificial canal, and partly some natural lakes.
  • Shallow depth limits modern vessels from using the canal.
Rhine-Main-Danube Canal 106 mi (171 km) 4 m (13 ft) lock dimensions: 190m x 11.45m x 4m Germany Germany
Suez Canal 120.11 mi (193.30 km) No locks, but 24 m (79 ft) deep. 205 m (673 ft) wide Egypt Egypt
Volga-Don Canal 62 mi (100 km) 3.5 m (11 ft) lock dimensions: 140m x 16.6m x 3.5m Russia Russia
Kiel Canal 60 mi (97 km) 14 m (46 ft) lock dimensions: 310m x 42m x 14m Germany Germany
Houston Ship Channel 56 mi (90 km) 14 m (46 ft) 161 m (528 ft) wide United States USA
Panama Canal 51 mi (82 km) 25.9 m (85 ft) lock dimensions: 320m x 33.53m x 25.9 m Panama Panama
Danube-Black Sea Canal 40 mi (64 km) 5.5 m (18 ft) lock dimensions: 138m x 16.8m x 5.5m Romania Romania
Manchester Ship Canal 36 mi (58 km) 8.78 m (28.8 ft) lock dimensions: 170.68m x 21.94m x 8.78m United Kingdom UK
Welland Canal 43.4 km (27.0 mi) 8.2 m (27 ft) lock dimensions: 225.5m x 2.3m x 8.2 m Canada Canada
Saint Lawrence Seaway
8.2 m (27 ft) lock dimensions: 225.5m x 2.3m x 8.2 m CanadaCanada
United States USA


"Petani perlu jalan desa sawah ke jalan besar, irigasi tersier desa ke sekunder, tersedia pupuk organis & fasilitas Pengendalian Hama Terpadu."
*Prof. Emil Salim, Ph.D.*


Kanal Irigasi di Desa Bangunharja, Berguna untuk Pengairan Pesawahan, Perikanan dan Kegiatan Masyarkat Lainnya.

Sumber: 

Wikipedia
BIG BIGGER BIGGEST
Desa Bangunharja