Monday 31 January 2011

Tuntutlah Ilmu Sampai Ke-Negeri China II

Cina dan Superpower 

President Hu Jintau

oleh : Denis L. Toruan

Konsep Superpower adalah : “Sebuah keadaan yang ditujukan bagi negara dengan kemampuan mempengaruhi kejadian-kejadian dunia dan memproyeksikan power (kekuatan/kekuasaan) dalam skala yang ‘super’…”
 
Kata ini digunakan untuk merujuk pada dua kekuatan utama dunia (Uni Soviet dan AS) selama era Perang Dingin. 
Kriteria dari negara superpower
1. dari segi kebudayaan
Memiliki pengaruh kebudayaan yg kuat bagi negara-negara lainnya, atau dengan kata lain memiliki  soft power.
 
2. dari segi ekonomi dan keuangan 
Memiliki kekuatan ekonomi yang sangat menonjol, yang dapat diindasikan dari akses atas bahan-bahan baku, jumlah pasar dan tingkat produktivitas pasar domestik, pemain utama dalam perdagangan dunia dan atau dalam pasar keuangan global, tingkat inovasi, dan kemampuan untuk mengakumulasi modal/aset-aset.


3. dari segi demografis  
Memiliki jumlah penduduk yang besar, dengan tingkat pendidikan yang sudah maju, tersedianya sarana infrastruktur yang sangat memadai, kemampuan ekonomi dan kebudayaan yang nyata untuk mengembangkan daerah-daerah sekitarnya sebaik pengembangan daerahnya sendiri di bawah kontrol langsung.

4. dari segi militer  
Memiliki kemampuan militer yang sangat menonjol, yang dapat diindikasikan dari keadaan tak terkalahkan relatif, kemampuan untuk dapat menghasilkan kehancuran masif bagi negara lain, dan kapasitas proyek-proyek militer global.

5. dari segi politis atau ideologi  
Memiliki sistem politik yang berjalan efektif, yang mampu memobilisasi bahan-bahan baku untuk suatu tujuan politis tertentu, dan pengaruh ideologi yang besar sekali Cina, terkhusus dalam pembahasan mengenai superpower, dalam kajian dunia modern dapat dijabarkan secara garis besar sebagai berikut : 

1.Cina memiliki jumlah populasi yang terbesar di dunia dengan totalsebanyak 1,3 milyar penduduk. Dengan perkiraan jumlah total penduduk dunia sebanyak 6,4 milyar orang, Cina memiliki 1/5 penduduk dunia. Pada tahun 2004 7% dari total penduduk Cina berumur di atas 65 tahun, dan hingga pada tahun 2050 sekitar 25% penduduknya akan berumur serupa. Karena di kebanyakan negara evolusi populasi penduduk non-produktif terjadi setelah evolusi kesejahteraan ekonomi, diestimasikan bahwa pertumbuhan kesejahteraan ekonomi Cina akan dihambat oleh penuaan populasinya yang besar. 

2.GDP Cina diperkirakan tumbuh sekitar 9% setiap tahunnya selama lebihdari 25 tahun terakhir, yang merupakan tempo tercepat untuk perekonomian suatu negara dalam sejarah dunia. Tingkat perekonomian Cina merupakan yang kedua terbesar dunia saat ini dihitung dari kesetaraan daya beli masyarakatnya dengan GDP sebesar 7,124 milyarUS $ pada tahun 2004. Pada periode yang sama Cina telah berhasil mengangkat 300 juta penduduknya keluar dari jurang kemiskinan dan meningkatkan pendapatan rata-rata penduduknya sebanyak empat kali lipat – Akan tetapi di satu sisi, pendapatan perkapita Cina masih di bawah negara berkembang seperti Meksiko dan Turki. Selain itu,

 
3.Cina memiliki kekuatan nuklir yang signifikan dan jumlah tentara yangterbesar di dunia. Anggaran militernya pun meningkat dua kali lipat antara 1997-2003, pada 2004 sudah sebesar 48,4 milyar US$ dan masih terus meningkat dalam tempo yang cepat. Cina merupakan negara ketiga di dunia yang mampu mengirim manusia ke luar angkasa (setelah Uni Soviet dan AS)
 
4.Cina merupakan negara yang memiliki pengaruh yang kuat dalam bidangkebudayaan maupun ekonomi di negara-negara sekitarnya, khususnya di Asia Tenggara, seperti Singapura, Malaysia, Indonesia, dan lain-lain Bandingkan keadaan Cina tersebut dengan keadaan Amerika Serikat saat ini, sebagai satu-satunyasuperpower yang masih eksis : 
1. AS mempunyai populasi sebesar hampir 300 juta jiwa (2004) dengan pertumbuhan penduduk yang lamban 

2. Dari segi hukum dan politik, AS sudah memiliki tingkat peradilan yang sangat baik dan menjunjung tinggi HAM / kesetaraan perlakuan 
3. AS masih merupakan kekuatan ekonomi terbesar di dunia saat ini. Lebih jauh lagi, AS memimpin dalam bidang teknologi dan inovasi 
4.Dalam bidang militer, AS mengalokasikan anggaran militernya jauh lebihbanyak dari anggaran militer negara-negara maju lainnya (392,6 milyar US$ pada 2004). Akan tetapi, dikarenakan skala ekonominya yang besar dan alokasi dana kemiliterannya, Gross National Product (GNP) AS memiliki jumlah persentase yang lebih kecil dibandingkan negara-negara maju lainnya. 

AS juga memiliki aliansi bentukannya yang direalisasikan dalam bentuk pakta seperti NATO dan ANZUS, selain itu AS memilki basis-basis militer yang tersebar di berbagai belahan dunia (Eropa, Asia, dan Oceania), di samping kemampuannya sebagai pemilik gudang nuklir terbesar dunia kedua setelah Rusia. Selain itu, AS mengembangkan barikade misil anti balistik yang tentu saja meningkatkan kemampuan militernya di atas kemampuan rata-rata negara lainnya 

5. Dari segi kebudayaan, AS merupakan pemain yang paling dominan di dunia. Pengaruhnya sangat luas dan masif, hal ini tidaklah berlebihan jika kita menengok pemakaian mata uang US$ di berbagai penjuru dunia, pengaruh film-film Hollywood, ‘invasi’ musik-musik Amerika di mana- mana, dan sebagainya.

6.AS merupakan pemain lama di bidang antariksa dengan teknologi yangsangat maju dan masih merupakan satu-satunya negara di dunia yang mampu mengirim manusia ke bulan (Cina baru mampu mengirimkan astronotnya ke orbit bumi) Sebenarnya, dalam beberapa bidang seperti demografi, ekonomi, dan kebudayaan, Cina tidak kalah jauh dari AS bahkan sanggup menggunggulinya. Dalam bidang antariksa sekalipun, jika kita menarik berapa rentang waktu kemerdekaan Cina dan kemerdekaan AS dengan kemajuan program antariksanya, dapat dikatakan Cina menang mutlak atas AS. 

Program antariksa di RRC yang baru merdeka sejak tahun 1949, dan pencanangan program pada 1950-an, jauh lebih cepat maju dari AS yang merdeka sejak 4 Juli 1776 dan mencanangkan program antariksanya pada era perang dingin.
 
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, bahwa transisi tradisi politik- pemerintahan feodal sejak era Mao Zedong (dimulainya industrialisasi Cina) dan yang ‘dipamungkasi’ oleh evaluasi Deng Xiaoping pada September 1982 dengan kesimpulannya yang sangat fundamental : “Kemisikinan bukan sosialisme
Sosialisme berarti melenyapkan kemisikinan.”, telah membawa Cina padaperubahan yang sangat signifikan dalam berbagai bidang. Teori Deng Xiaoping yang sangat ampuh ini masih dianut dan diteruskan para pemimpin Cina hingga saat ini. 

Cina sadar bahwa mengejar ketertinggalan dan menyamakan langkah dengan para negara maju (hinggasuperpower) pasti mengantar mereka ke tingkat yang lebih tinggi lagi di pentas dunia. Inilah yang ingin dicapainya sejak “Gerakan Lompatan Jauh ke Depan”’ yang ingin mengejar kemajuan AS danInggris dalam waktu lima belas tahun saja, atau prioritas pengembangan ekonomi pada masa awal Gaige kaifang (1978) dan kelanjutan program antariksanya pada dua dasawarsa terakhir. 

Ambisi ini tentunya tidak lepas dari campur tangan para kaum teknokrat yang mendominasi jajaran elite pimpinan tinggi RRC saat ini, seperti Hu Jintao (Presiden RRC dan Ketua Partai Komunis Cina), Wu Bangguo (Ketua Konggres Rakyat Cina), Wen Jiabao (Perdana Menteri), Jia Qingling, Zeng Qinghong (wakil presiden RRC), Huang Ju,WuGuanzheng, Li Changchun,dan Luo Gan (kepala biro intelejen Cina).5 

Gelombang Kebanggaan Nasional dan Problematika Program Antariksa Cina 


5 Kualitas keilmuan mempengaruhi kepribadian kepemimpinan dalam menentukan pemilihanstrategi. Lihat khususnya Harold D. Lasswell, Psychopathology and Politics (Chicago: Universityof Chicago Press, 1930) dan Power and Personality (New York: Norton, 1948). 


Kita tak dapat memungkiri bahwa pencapaian fenomenal Cina moderen mengundang decak kagum banyak negara dunia, khususnya di kawasan Asia yang notabene masih terdapat banyak ketertinggalan dibandingkan dengan kawasan-kawasan maju seperti di Eropa. Cina seperti yang kita tahu, bahkan semakin mempertebal semangat kebanggaan nasionalnya dengan peluncuran realisasi program antariksanya di penghujung abad kedua puluh. 

Kekuatan militernya pun semakin meningkat, dengan anggaran militer sebanyak 48,4 milyar US$, atau sedikit lebih banyak 40 juta US$ dari anggaran militer Rusia di 2004. Hal ini menciptakan perimbangan kekuatan dunia dan perimbangan teror secara nyata bagi para rivalnya, terutama Eropa dan Jepang yang berturut-turut menjajahnya selama hampir dua abad. 

Cina adalah salah satu bangsa tertua dunia yang penuh harga diri. Tema ini selalu menjadi patokan standar dalam menopang budaya bisnis hingga politik pemerintahan Cina. Seperti yang telah disebutkan tentang rasa sakit dan penghinaan kolonialisme yang merendahkan martabatnya, kebanggaan nasional bagi Cina merupakan suatu katalis atas martabat bangsanya. 


Program antariksa Cina adalah salah satu jawaban atas ambisinya yang belakangan semakin mencuatkan gelombang kebangaan nasional, yang praktis memudarkan ideologi negara sebagai motor masyarakat Cina. Pengertian akan hal ini menanam kanpemahaman yang mendalam terhadap fenomena yang terjadi pada Cina moderen.

~Peneliti Muda Bersama Mahasiswa dari Negara Tirai Bambu~

Pandangan terhadap gelombang kebanggaan nasional serupa juga makin diperkuat dari beberapa pernyataan yang keluar dari pihak elite Cina sendiri, seperti antara lain :
o Direktur Kantor Pesawat Ruang Angkasa Berawak Cina, Xie MingBao, yang berujar tentang keberhasilan misi Shenzhou V,“Hari ini, tanggal 16Oktober 2003, adalah hari yang akan diingat oleh rakyat Cina, dan merupakan harta karun. Karena, ini adalah untuk pertama kali kami berhasil menempatkan manusia di ruang angkasa.” Tambahnya lagi, “Perkembangan teknologi ruang angkasa Cina telah meningkatkan kekuatan nasional dan pengaruh internasional Cina secara signifikan,khususnya dalam hal kebanggaan nasional.”

6 Yuan Wang dan Rob Goodfellow dan Xin Shengzhang, Menembus Pasar Cina, (Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia, 2000), khususnya bagian pendahuluan



Hu Shixiang, wakil tertinggi untuk urusan wahana antariksa berawak Cina , mengatakan hal demikian pada kesempatan tanya-jawab dengan wartawan di Oktober 2005, “Cina mengembangkan program antariksanyadengan caranya sendiri, bukan untuk bersaing dengan AS. Ini bukan persaingan seperti pada era Perang Dingin,”  

Akan tetapi, pada sisi yang lain ‘kemenangan’ dan kemajuan Cina diganjal oleh sebuah paradoks kompleks yang tidak mungkin lepas dari pokok pembicaraan. Tahun 2004 mungkin merupakan tahun kenangan yang tidak akan dilupakan oleh Cina sebagai momentum untuk mengumumkan kepada dunia bahwa pemerintahnya berhasil mengangkat 300 juta jiwa peduduknya dari jurang kemiskinan. 

Namun, fakta (menurut observasi Bank Dunia pada 2004) bahwa dari sekitar 20 % total penduduk Cina hanya berpenghasilan kurang dari 2 US$ sehari menodai pencapaian Cina selama ini. Cina masih merupakan negara yang bergelut dengan masalah struktural dan institusional, yang membuatnya belum bisa memenuhi lima kriteria dasar superpower sepenuhnya. 

Cina yang sekarang dianggap sebagai bengkel manufaktur dunia (meskipun saham nilai tambah manufaktur Cina secara global di bawah 9%, kurang dari setengah yang dimliki Jepang dan Amerika), dihadapkan pada kenyataan bahwa hanya kurang dari 1/5 tenaga buruhnya yang dapat dipekerjakan di bidang manufaktur, pertambangan, dan konstruksi. 

Pada kenyataannya, Cina telah kehilangan puluhan juta lapangan pekerjaan di bidang manufaktur sejak pertengahan 1990. Hampir setengah dari tenaga buruh yang tersedia menetap pada pekerjaannya di bidang pertanian. Seiring dengan pertumbuhan produktivitas tanah per ha yang masih stagnan, dan pada saat yang sama menyerap ratusan juta petani. Ini masih merupakan hal fundamental yang masih harus diselesaikan di masa mendatang. 

Perusahaan swasta domestik di Cina, meskipun terus aktif dan berkembang, tapi masih relatif lemah. Perbankan Cina juga masih terbebani oleh “pinjaman jahat”.7
 
~7 Gordon G. Chang, The Coming Collapse of  China, (Random House, 2001) ~

Pada lain bidang, masalah demokrasi dan penegakan HAM terbilang hal yang sangat kritis dan esensial dalam pembicaraan ini. Masih banyak kasus-kasus seperti Tragedi Tian’anmen (1989) yang belum terselesaikan. Dan faksionisme partai pada pemerintahan pusat Cina mungkin saja akan menjadi suatu ketergantungan utama dalam kestabilan ekonomi jangka panjang. Bagaimana nantinya jika suatu saat pasar Cina bergerak pada tren lain yang mungkin saja akan menentang keabsahan pemerintah Cina? 

Apakah sistem ekonomi terpusat sekali lagi harus menyelamatkan negara? 

Bagaimanapun juga, menurut survei Bank Dunia modal digunakan secara lebih efisien di Cina dan prosedur pembukaan usaha/bisnis relatif lebih cepat. Pertumbuhan ekonomi di Cina sudah cukup baik, di samping penyediaan sarana infrastruktur, pendidikan, dan fasilitas pelayanan kesehatan yang sangat memadai.

Keadaan-keadaan tersebut mengindikasikan akan masih adanya tantangan serius dalam pengembangan program antariksa Cina. Belum meratanya pembangunan di seluruh daratan Cina hingga masalah polusi sekalipun terus memaksa pemerintah Cina untuk mencurahkan fokus (dan alokasi anggaran), yang untuk sementara belum bisa secara optimal berfokus pada program antariksanya. Segala perkembangan yang terjadi di bidang ini dalam beberapa tahun ke depan selalu menarik untuk disimak; dan tentu saja, segala pencapaian Cina merupakan keberhasilan atas milestone berikutnya. 

Perkembangan program pesawat antariksa Cina menegaskan bahwa Cina tidak dapat dipandang sebelah mata. Oleh karena selama ini Cina hanya dikenal melalui pertumbuhan ekonominya yang menakjubkan, maka dengan Shenzhou V danShenZhou VI-nya Cina memantapkan dirinya sebagai negara  yang unggul. “Cina tidak lagi mempropagandakan kemenangan komunisme, ataupun melecehkan agama. Cina benar-benar cuma ingin memperlihatkan kepada dunia bahwa Cina jangan dianggap enteng. Kalau seandainya ada bendera besar, barangkali tulisan itu akan berbunyi: Jangan anggap enteng kami! Seruan seperti ini kiranya sangat dapat diterima. Lambat atau cepat, Cina akan menjadi superpower.”




Daftar Pustaka 
1.Alexander, Eckstein. China’s Economic Revolution. New York: CambridgeUniversity Press,1977. 
2.Chang, Gordon G. The Coming Collapse of China. Random House, 2001. 
3.Development Bank, Asia. Key Indicator of Developing Asian and PacificCountries. Manila: Economics and Development Resources Center, 1993. 
4. http://detik.com 
5.http://en.wikipedia.org./wiki/Superpower 
6. http://kompascybermedia.com 
7. http://sinodefense.org 
8.Jones, Walter S.Logika Hubungan Internasional: Kekuasaan, Ekonomi-Politik Internasional, dan Tatanan Dunia – 2. Jakarta: PT GramediaPustaka Utama, 1993. 
9.Lasswell, Harold D. Psychopathology and Politics. Chicago: University ofChicago Press, 1930. dan Power and Personality. New York: Norton, 1948. 
10.McGraw-Hill Encyclopedia of Science and Technology: USA, 1960,vol 12. 
11.Wang, Yuan dan Rob Goodfellow dan Xin Sheng Zhang.Mene menembus Pasar Cina. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, Agustus 2000. 
12.Wawancara dengan Sekretaris Pertama Kedutaan Besar Cina diIndonesia, Mr. Zhao Xucai, Jakarta, 27 September 2005. 
13.Wibowo, I. Belajar Dari Cina. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, Januari2004.

Tuesday 18 January 2011

Laboratorium Astrofisika

 “If we do not hope, we will not find what is beyond your hopes.”

"Orang-orang sukses di dunia ini, awal dari kesukesaannya dimulai dari bermimpi.
Dari mimpinya mereka berusaha untuk mewujudkannya, hingga mereka berhasil mencapai mimpinya.
 Semoga, Amin"

Astrophysics Laboratory

 


 
Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics
60 Garden Street, Cambridge, MA 02138

Superconducting Submillimeter Detectors
 
Instructors: Edward Tong and Abby Hedden
 

The heart of the best current millimeter- and sub-millimeter-wavelength radio receivers used for astronomy is a superconducting microelectronic device known as an SIS junction. This experiment is intended to demonstrate the unusual quantum mechanical properties of SIS junctions that permit them to be used as sensitive detectors of electromagnetic radiation.

The devices consist of a micron-scale sandwich of alternating layers of Superconductor/ Insulator/Superconductor (hence the acronym SIS), with the insulating barrier sufficiently thin (~100 A) to permit quantum-mechanical tunneling of charge carriers. Tunneling of single electrons leads to a highly nonlinear current-voltage characteristic that permits heterodyne detection (mixing). Tunneling of Cooper pairs leads to a DC current through the device with no voltage drop (the Josephson effect).



Specific experiments to be carried out in the Submillimeter Receiver Lab include: (1) observation of the quantum-mechanical current-voltage characteristic when SIS junctions are immersed in liquid helium; (2) suppression of the zero-voltage supercurrent via application of a magnetic field; (3) inducement of photon-assisted tunneling steps in the current-voltage characteristic when the SIS junction is exposed to high-frequency radio waves. In addition, the operation of a complete 230-Gigahertz heterodyne receiver will be demonstrated in the lab.

Making the measurements will expose students to laboratory practice in vacuum, cryogenic, electronic, microwave, and optical technology. Understanding the data gathered will involve exploration of some fascinating aspects of the macroscopic quantum state that is superconductivity, and of quantum-mechanical tunneling.

Laboratory Astrophysics
Science is successful because the physical laws we discover on Earth work everywhere and every when. We use laboratory experiments to expand our understanding of physical processes and then apply these results to the processes throughout the Universe. In some cases laboratory experiments can reproduce similar physics. For example, highly charged plasmas can be created in the laboratory to study the collisions between electrons and ions that occur in the hot solar corona. In other cases, such as in the extreme environments of black holes, we cannot reproduce the conditions. However, even in those cases, the pattern of observed spectral signatures allows us to identify the species and determine some of the physical conditions and processes. Spectral features observed in the solar corona are also observed from black hole sources.  




Useful Link

Monday 17 January 2011

Indonesian Space Force Command


Indonesian Space Force Command   

 Komando Untuk Keamanan Luar Angkasa 

Dari Angkatan Antariksa Indonesia

"Kami Menjelajahi Alam Raya untuk Menemukan Keagungan Sang Maha Kuasa"

 ~Gen. Arip Nurahman~

 

 

 

(Komando Pasukan Khusus Angkatan Antariksa Indonesia)

 

(Korps Pasukan Khas Angkatan Udara)

 

Jet-powered fighters

It has become common in the aviation community to classify jet fighters by "generations" for historical purposes. There are no official definitions of these generations; rather, they represent the notion that there are stages in the development of fighter design approaches, performance capabilities, and technological evolution.

The timeframes associated with each generation are inexact and are only indicative of the period during which their design philosophies and technology employment enjoyed a prevailing influence on fighter design and development. These timeframes also encompass the peak period of service entry for such aircraft.


Third-generation jet fighters (early 1960s to circa 1970)

The third generation witnessed continued maturation of second-generation innovations, but it is most marked by renewed emphases on maneuverability and traditional ground-attack capabilities. Over the course of the 1960s, increasing combat experience with guided missiles demonstrated that combat would devolve into close-in dogfights. Analog avionics began to be introduced, replacing older "steam-gauge" cockpit instrumentation. Enhancements to improve the aerodynamic performance of third-generation fighters included flight control surfaces such as canards, powered slats, and blown flaps. A number of technologies would be tried for Vertical/Short Takeoff and Landing, but thrust vectoring would be successful on the Harrier jump jet.

Growth in air combat capability focused on the introduction of improved air-to-air missiles, radar systems, and other avionics. While guns remained standard equipment (early models of F-4 being a notable exception), air-to-air missiles became the primary weapons for air superiority fighters, which employed more sophisticated radars and medium-range RF AAMs to achieve greater "stand-off" ranges, however, kill probabilities proved unexpectedly low for RF missiles due to poor reliability and improved electronic countermeasures (ECM) for spoofing radar seekers.

Infrared-homing AAMs saw their fields of view expand to 45°, which strengthened their tactical usability. Nevertheless, the low dogfight loss-exchange ratios experienced by American fighters in the skies over Vietnam led the U.S. Navy to establish its famous "TOPGUN" fighter weapons school, which provided a graduate-level curriculum to train fleet fighter pilots in advanced Air Combat Maneuvering (ACM) and Dissimilar Air Combat Training (DACT) tactics and techniques.

This era also saw an expansion in ground-attack capabilities, principally in guided missiles, and witnessed the introduction of the first truly effective avionics for enhanced ground attack, including terrain-avoidance systems. Air-to-surface missiles (ASM) equipped with electro-optical (E-O) contrast seekers – such as the initial model of the widely used AGM-65 Maverick – became standard weapons, and laser-guided bombs (LGBs) became widespread in effort to improve precision-attack capabilities. Guidance for such precision-guided munitions (PGM) was provided by externally mounted targeting pods, which were introduced in the mid-1960s.

It also led to the development of new automatic-fire weapons, primarily chain-guns that use an electric engine to drive the mechanism of a cannon; this allowed a single multi-barrel weapon (such as the 20 mm Vulcan) to be carried and provided greater rates of fire and accuracy. Powerplant reliability increased and jet engines became "smokeless" to make it harder to visually sight aircraft at long distances.

Dedicated ground-attack aircraft (like the Grumman A-6 Intruder, SEPECAT Jaguar and LTV A-7 Corsair II) offered longer range, more sophisticated night attack systems or lower cost than supersonic fighters. With variable-geometry wings, the supersonic F-111 introduced the Pratt & Whitney TF30, the first turbofan equipped with afterburner. The ambitious project sought to create a versatile common fighter for many roles and services. It would serve well as an all-weather bomber, but lacked the performance to defeat other fighters. The McDonnell F-4 Phantom was designed around radar and missiles as an all-weather interceptor, but emerged as a versatile strike bomber nimble enough to prevail in air combat, adopted by the U.S. Navy, Air Force and Marine Corps.

Despite numerous shortcomings that would be not be fully addressed until newer fighters, the Phantom claimed 280 aerial kills, more than any other U.S. fighter over Vietnam.[6] With range and payload capabilities that rivaled that of World War II bombers such as B-24 Liberator, the Phantom would became a highly successful multirole aircraft.
See also: List of third generation jet fighters

Powered By:
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (Indonesian Army)
 



Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (Indonesian Navy)

Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (Indonesian Air Force)

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Indonesian Police)



 
Sumber: Wikipedia

Friday 14 January 2011

Pesawat Antariksa yang Dapat Dipakai Kembali

The first reusable spacecraft, the X-15, was air-launched on a suborbital trajectory on July 19, 1963. The first partially reusable orbital spacecraft, the Space Shuttle, was launched by the USA on the 20th anniversary of Yuri Gagarin's flight, on April 12, 1981.



During the Shuttle era, six orbiters were built, all of which have flown in the atmosphere and five of which have flown in space. The Enterprise was used only for approach and landing tests, launching from the back of a Boeing 747 and gliding to deadstick landings at Edwards AFB, California.

The first Space Shuttle to fly into space was the Columbia, followed by the Challenger, Discovery, Atlantis, and Endeavour. The Endeavour was built to replace the Challenger when it was lost in January 1986. The Columbia broke up during reentry in February 2003.

The first automatic partially reusable spacecraft was the Buran (Snowstorm), launched by the USSR on November 15, 1988, although it made only one flight. This spaceplane was designed for a crew and strongly resembled the U.S. Space Shuttle, although its drop-off boosters used liquid propellants and its main engines were located at the base of what would be the external tank in the American Shuttle.

Lack of funding, complicated by the dissolution of the USSR, prevented any further flights of Buran. The Space Shuttle has since been modified to allow for autonomous re-entry via the addition of a control cable running from the control cabin to the mid-deck which would allow for the automated deployment of the landing gear in the event a un-crewed re-entry was required following abandonment due to damage at the ISS.

Per the Vision for Space Exploration, the Space Shuttle is due to be retired in 2010 due mainly to its old age and high cost of program reaching over a billion dollars per flight. The Shuttle's human transport role is to be replaced by the partially reusable Crew Exploration Vehicle (CEV) no later than 2014. The Shuttle's heavy cargo transport role is to be replaced by expendable rockets such as the Evolved Expendable Launch Vehicle (EELV) or a Shuttle Derived Launch Vehicle.

Scaled Composites' SpaceShipOne was a reusable suborbital spaceplane that carried pilots Mike Melvill and Brian Binnie on consecutive flights in 2004 to win the Ansari X Prize. The Spaceship Company will build its successor SpaceShipTwo. A fleet of SpaceShipTwos operated by Virgin Galactic should begin reusable private spaceflight carrying paying passengers in 2009.


Source:

http://en.wikipedia.org/wiki/Reusable_launch_system

Monday 10 January 2011

Astrofisika Partikel

Particle physics is a branch of physics that studies the elementary subatomic constituents of matter and radiation, and their interactions. The field is also called high energy physics, because many elementary particles do not occur under ambient conditions on Earth. They can only be created artificially during high energy collisions with other particles in particle accelerators.


Particle physics has evolved out of its parent field of nuclear physics and is typically still taught in close association with it. Scientific research in this area has produced a long list of particles.

CERN

CERN atau dalam bahasa Indonesia: Organisasi Eropa untuk Riset Nuklir (singkatan dari bahasa Perancis: Organisation Européene pour la Recherche Nucléaire, bahasa Inggris: European Organization for Nuclear Research) adalah sebuah kompleks laboratorium percepatan partikel terbesar di dunia yang terletak di perbatasan antara Perancis dan Swis, persis di sebelah barat Jenewa.

Konvensi yang menyetujui organsisasi ini ditanda tangani pada 29 September 1954. Dari 12 anggota, pada 2005 menjadi 20 negara anggota. Akronim CERN berasal dari Conseil Européene pour la Recherche Nucléaire, sebuah dewan yang didirikan untuk mendiskusikan pembangunan fasilitas penelitian fisika nuklir di Eropa.

Fungsi utamanya untuk menyediakan percepatan partikel yang dibutuhkan untuk riset dan banyak eksperimen fisika energi tinggi yang telah banyak dilakukan di sini oleh kerja sama internasional untuk memanfaatkannya. Lokasi utama di Meyrin juga memiliki pusat komputer besar yang memiliki fasilitas prosesi data yang kuat, utamanya untuk eksperimen dalam analisis data, dan untuk menyediakan data untuk para peneliti dimanapun mereka berada situs ini telah menjadi penghubung WAN utama.

Pada 2005 CERN mempekerjakan hampir 3000 orang. 7931 ilmuwan dan insinyur (mewakili 500 universitas dan 80 kewarganegaraan), kira-kira setengahnya adalah komunitas fisika partikel, yang bekerja untuk eksperimen yang dilakukan di CERN ini.

US Laboratories and Technology Centers 

 

DOE's laboratories and technology centers house world-class facilities where cutting-edge research is performed.  The facilities, along with their more than 30,000 scientists and engineers, report to DOE Program offices (pdf - 27kb).



Ames Laboratory

 

 

The Ames Laboratory is a national center for the synthesis, analysis, and engineering of rare-earth metals and their compounds.  Ames conducts fundamental research in the physical, chemical, and mathematical sciences associated with energy generation and storage.


visit website



Argonne National Laboratory

 

 

The Argonne National Laboratory is one of the Department of Energy's largest multidisciplinary research centers. Argonne research falls into five broad categories: basic research, scientific facilities, energy resources programs, environmental management and National security.
visit website

Brookhaven National Laboratory

 

 

Brookhaven National Laboratory conducts research in the physical, biomedical, and environmental sciences, as well as in energy technologies and national security and builds and operates major scientific facilities available to university, industry and government researchers.
visit website

Fermi National Accelerator Laboratory

 

 

The Fermi National Accelerator Laboratory advances the understanding of the fundamental nature of matter and energy by providing leadership and resources for qualified researchers to conduct basic research at the frontiers of high energy physics and related disciplines.
visit website

Idaho National Laboratory

 

 

The Idaho National Laboratory is a science-based, applied engineering national laboratory dedicated to supporting the U.S. Department of Energy's missions in environment, energy, science and national defense.
visit website

Lawrence Berkeley National Laboratory

 

The Lawrence Berkeley National Laboratory conducts unclassified research across a wide range of scientific disciplines with key efforts in fundamental studies of the universe; quantitative biology; nanoscience; new energy systems and environmental solutions; and the use of integrated computing as a tool for discovery.
visit website

Lawrence Livermore National Laboratory

 

 

The Lawrence Livermore National Laboratory is a U.S. Department of Energy national laboratory founded in September 1952 as a second nuclear weapons design laboratory to promote innovation in the design of our nation's nuclear stockpile through creative science and engineering.
visit website

Los Alamos National Laboratory

 

 

The Los Alamos National Laboratory, as part of the National Nuclear Security Administration, contributes to meeting the nation's nuclear deterrence capability and other security needs.
visit website

National Energy Technology Laboratory 

 

 

The National Energy Technology Laboratory assures that U.S. fossil energy resources can meet increasing demand for affordable energy without compromising the quality of life for future generations of Americans.
visit website

National Renewable Energy Laboratory

 

 

The National Renewable Energy Laboratory develops renewable energy and energy efficiency technologies and practices, advances related science and engineering, and transfers knowledge and innovations to address the nation's energy and environmental goals.
visit website

New Brunswick Laboratory

 

 

The New Brunswick Laboratory is the Federal government's Nuclear Materials Measurements and Reference Materials Laboratory and the National Certifying Authority for nuclear reference materials and measurement calibration standards
visit website

Oak Ridge Institute for Science and Education

 

 

The Oak Ridge Institute for Science and Education is a U.S. Department of Energy facility focusing on scientific initiatives to research health risks from occupational hazards, assess environmental cleanup, respond to radiation medical emergencies, support national security and emergency preparedness, and educate the next generation of scientists.
visit website

Oak Ridge National Laboratory

 

 

The Oak Ridge National Laboratory is a multiprogram science and technology laboratory conducting basic and applied research and development to create scientific knowledge and technological solutions that strengthen the nation's leadership in key areas of science; increase the availability of clean, abundant energy; restore and protect the environment; and contribute to national security.
visit website

Pacific Northwest National Laboratory

 

 

The Pacific Northwest National Laboratory delivers science-based solutions to the Department of Energy's major challenges of expanding energy, ensuring national security, and advancing mission-driven science through outstanding staff and R&D capabilities, excellent operations, and high-value partnerships.
visit website

Princeton Plasma Physics Laboratory

 

 

The Princeton Plasma Physics Laboratory is a national center dedicated to plasma and fusion science with a leading international role in developing the theoretical, experimental, and technology innovations needed to make fusion practical and affordable.
visit website
Radiological and Environmental Sciences Laboratory logo

Radiological and Environmental Sciences Laboratory

 

 

The Radiological and Environmental Sciences Laboratory provides the Department of Energy a reference laboratory to conduct key measurement quality assurance programs and provides technical support and quality assurance metrology that is directly traceable to the National Institute of Standards and Technology (NIST).
visit website

Sandia National Laboratories

 

 

The Sandia National Laboratories develop science-based technologies that support national security through science and technology, people, infrastructure, and partnerships.
visit website

Savannah River Ecology Laboratory

 

 

The Savannah River Ecology Laboratory provides an independent evaluation of the ecological effects of DOE's Savannah River Site operations through a program of ecological research, education, and outreach.
visit website

Savannah River National Laboratory

 

 

The Savannah River National Laboratory is recognized as a world-class center of excellence for the development and application of unique and innovative science and technology solutions.
visit website

SLAC National Accelerator Laboratory

 

 

The SLAC National Accelerator Laboratory is a laboratory dedicated to the design, construction and operation of state-of-the-art electron accelerators and related experimental facilities for use in high-energy physics and synchrotron radiation research.
visit website

Thomas Jefferson National Accelerator Facility

 

 

The Thomas Jefferson National Accelerator Facility is a national user facility for nuclear science using continuous beams of high-energy electrons to discover the underlying quark and gluon structure of nucleons and nuclei.
visit website


Sumber:

Wikipedia

Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih